Adalah Dr. dr. Wahyu Siswandari SpPK, salah stau pengajar Magister Biomedik FK Unsoed yang telah berjuang sekian lama agar Banyumas memiliki alat Hemoglobin Elektroforesis (Hb Elfo). Alat ini adalah alat yang ditunggu mengingat selama ini pemeriksaan hemoglobin elektroforesis harus dikerjakan di laboratorium swasta dan tempat pengerjaannya di Jakarta. Hb Elfo adalah salah satu alat yang dapat mendeteksi jenis hemoglobin darah manusia. Perangkat ini menjadi pilar level ke dua setelah hematologi darah rutin (Hb, MCV, dan MCH) dalam upaya deteksi pembawa sifat thalassemia sering disebut sebagai thalasssemia minor, maupun diagnosa penyakit thalassemia mayor.
Perangkat ini diyakini dapat memberikan kontribusi maksimal dalam upaya program pencegahan thalasemia yang digagas oleh Yayasan Thalassemia Indonesia cabang Banyumas: Banyumas Goes to Zero 2030. Program ini mencakup edukasi massal tentang thalassemia, pendampingan terhadap pemeriksaan karier pembawa sifat thalassemia, persiapan perangkat deteksi thalassemia, dan advokasi terkait kemungkinan pencegahan thalassemia dari sisi regulasi pemerintah daerah.
Kata kunci dari upaya pencegahan ini adalah masyarakat secara sadar memeriksakan dirinya untuk mengetahui apakah dirinya mengandung gen penyebab thalassemia atau tidak. Sasaran utama gerakan sadar diri thalassemia ini ditujukan kepada generasi muda mulai dari level remaja SMA dan mahasiswa. Pemeriksaan atau skrining awal di masa muda akan memberikan kepastian dan strategi perencanaan pernikahan yang baik dan bertanggungjawab. Menghindari pernikahan sesama pembawa sifat thalassemia menjadi langkah strategis dalam penurunan penyakit thalassemia mayor di masa mendatang. Tentu hal ini dibarengi dengan implementasi yang humanis mengingat pernikahan adalah salah satu hak asasi yang dilindungi undang-undang. Namun setidaknya dengan edukasi masyarakat tentang thalassemia secara benar dan kontinyu, hendaya ini dapat diselesaikan dengan baik.
Narasumber lain dari FK Unsoed Dr. dr. Lantip Rujito menjelaskan bahwa Banyumas memiliki angka pembawa sifat yang cukup tinggi yaitu sekitar 8 %. Angka ini direpresentasikan dengan jumlah pasien yang meningkat tajam dari tahun ke tahun. Pada awal 2010 jumlah pasien di data base YTI adalah 65 orang, meningkat tajam menjadi 450 orang pada tahun 2017. Jumlah ini membawa konsekuensi pembiayaan yang besar baik dari keluarga maupun pemerintah (dalam hal ini BPJS). Klaim BPJS untuk pengelolaan thalassemia mencapai jumlah puluhan hingga ratusan milyar pertahun di level nasional. Hal ini tentu dimengerti mengingat biaya pengelolaan perindividu pasien mencapai 10-15 juta perbulan baik biaya langsung maupun tidak langsung, selama hidupnya. Angka ini dipastikan akan mengingkat eksponensial jika tidak dilakukan langkah antisipatif dan komprehensif. Tentu hal ini harus dipahami sebagai sebuah warning bahwa pengobatan thalassemia akan membawa beban yang besar, dan menyedot jumlah anggaran yang sangat tinggi. Sudah seharusnya pemerintah aware terhadap masalah ini, sehingga langkah pencegahan yang menjadi kunci pengelolaan thalassemia di masa mendatang dapat segera terwujud.
Kembali ke alat Hemoglobin elektroforesis. Datangnya alat ini melengkapi kaskade skrining pembawa sifat thalassemia di Banyumas, mulai dari hemoglobin rutin yang bisa dikerjakan oleh beberapa puskesmas, lab klinik, dan rumah sakit. Dari hasil pemeriksaan awal tersebut jika ditemukan kecurigaan karier thalassemia akan berlanjut ke pemeriksaan Hb elfo yang saat ini ditempatkan di RS Margono Soekardjo Purwokerto. Dua kaskade awal ini sudah mampu mendeteksi apakah seseorang yang tampak sehat membawa gen thalassemia di tubuhnya sampai keakuratan 95 %. Jika memungkinkan, pemeriksaan skrining ini bisa dilanjutkan ke tahap pemeriksaan DNA untuk memastikan jenis mutasi dalam tubunya.
Alat jenis capillary electrophoresis (CE) dari Sebia, Perancis ini mampu menampilkan fraksi hemoglobin termasuk, HbA, HbA2, HbF, HbE, HbH, HbS, HbD, HbBarts, dll. Alat ini mampu mengatasi metode HPLC sebelumnya yang tidak mampu membedakan antara HbA2 dan HbE. Selain hal tersebut alat ini juga handal dalam mendeteksi kadar HbA1C yang merupakan salah satu paramater prognosis Diabetes melitus.
Jika generasi sekarang bisa dipetakan pembawa sifat atau tidak, kemudian dilanjutkan program pendampingan terhadap perencanaan perkawinan dan reproduksi yang komprehensif, diharapkan generasi kabupaten Banyumas dan sekitarnya di masa mendatang akan bebas dari kelahiran bayi thalassemia mayor yang baru. Semoga.