Sebagai tindak lanjut dari program Banyumas Goes to Zero Thalassemia 2030 yang dicanangkan oleh Yayasan Thalassemia Indonesia Cabang Banyumas, Pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan Banyumas pada tanggal 23 Januari 2018, mengundang dokter puskesmas se Banyumas untuk ikut berperan aktif dalam program tersebut. Bentuk kegiatan kali ini adalah semacam training of trainer (TOT) yang diberikan oleh expertise, dalam hal ini narasumber dari FK Unsoed, kepada para dokter umum Puskesmas se Banyumas.
Dalam kesempatan pertama, Dr.dr. Lantip Rujito, M.Si.Med menyampaikan materi tentang bagaimana membawakan materi penyuluhan thalassemia kepada para murid SMA/SMK. Materi diawali dengan definisi thalassemia, berlanjut ke penyebab, gejala klinis, dan pencegahan thalassemia. Pencegahan menjadi concern utama materi penyuluhan mengingat target anak SMA/SMK adalah mengetahui, paham, dan aware terhadap penyakit thalassemia. Tujuan utama penekanan pencegahan bagi audience adalah karena masa remaja merupakan masa pencarian jatidiri dan masa mereka mengenal lawan jenis. Mengingat thalassemia adalah penyakit keturunan, maka seyogyanya mereka anak-anak SMA/SMA ketika kelak memilih pasangan selalu menekankan pentingnya deteksi dini apakah mereka memiliki bakat pembawa sifat/karier atau tidak. Hal ini penting karena thalassemia minor atau lebih umum disebut sebagai pembawa bakat thalassemia tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Kondisi ini umumnya diketahui ketika ada pemeriksaan lab darah untuk suatu kepentingan yan tidak berhubungan dengan thalassemia. Padahal dari pasangan pembawa bakat inilah individu-individu thalassemia dilahirkan.
Lebih lanjut dr. Lantip menjelaskan bahwa Thalassemia menjadi salah satu penyakit katastropik yang menempati klaim terbesar dalam pembiayaan BPJS Kesehatan. Tercatat nomor 6 di tingkat nasional setelah penyakit jantung, hemodialisis dan stroke. Banyaknya klaim ini diyakini akan terus meningkat jika program pencegahan thalassemia tidak dicanangkan. Jika penyakit lain timbulnya pada usia dewasa atau tua dan diakibatkan oleh terutama gaya hidup, maka pasien thalassemia mengalami gejala sejak usia 1 tahunan dan memerlukan terapi seumur hidupnya. Hal inilah yang memungkinkan pembiayaan klaim thalassemia oleh BPJS akan terus membengkak. Sebagai kesimpulan narasumber mengharapkan agar pelaksanaan penyuluhan nantinya mampu membangkitkan semangat masing-masing individu dalam hal ini target anak SMA/SMK untuk memeriksakan secara mandiri status pembawa bakat thalassemia.
Pembicara kedua adalah Dr.dr. Wahyu Siswandari,Sp.PK. Sesuai kapasitas beliau dalam pemeriksaan laboratorium, peserta mendapatkan pemahaman tentang bagaimana kaskade pemeriksaan thalassemia yang dapat dilakukan di tingkat puskesmas. Sebagai ujung tombak sistem kesehatan masyarakat, Puskesmas diharapkan dapat menjadi penemu pertama kasus-kasus pembawa sifat thalassemia untuk selanjutnya dilakukan konseling terhadap rencana reproduksi mereka. Pada level satu, dr. Wahyu menjelaskan, pemeriksaan hematologi rutin yang terdiri dari kadar hemoglobin (Hb), MCV, dan MCH sudah mampu menskrining tahap awal apakah seorang cenderung memiliki bakat karier thalassemia atau tidak. Jika pada tahap awal kadar MCV dan MCH rendah maka individu tersebut memiliki kecenderungan untuk membawa gen penyebab thalassemia. Pada individu tersebut perlu dilakukan pemeriksaan hemoglobin elektroforesis untuk menggambarkan jenis dan prosentase fraksi hemoglobin. Pada tahap 2 ini seorang dokter akan melihat kadar HbA2 dan HbF. Secara sederhana jika kadar HbA2 ≥ 3.5 %, dan kadar HbF ≥ 1 % maka individu tersebut dikatakan sebagai thalassemia minor beta. Konseling perencanaan nikah harus dilanjutkan untuk individu tersebut agar ketika menikah seyogyanya menghindari pasangan yang memiliki bakat thalassemia minor juga.
Fakultas Kedokteran Unsoed dalam hal ini tim thalassemia mengajak kepada semua pihak agar memiliki kesadaran kolektif untuk mencegah penyakit thalassemia ini karena dampak individu, sosial maupun keuangan sangat berat. Periksalah status pembawa sifat pada anda, anak anda, maupun keluarga anda untuk mengurangi kemungkinan lahir pasien-pasien thalassemia dikemudian hari. Demikian kesimpulan akhir dari Sosialisasi Thalassemia bagi para dokter Puskesmas se Banyumas.